Sejarah berdirinya Nahdlatul ulama Mbah Wahab

TIRAKAT MBAH WAHAB HASBULLAH UNTUK NU DAN BANGSA


Gambar: Mbah Wahab, pendiri Nahdlatul ulama
Nahdlatul Ulama merupakan organisasi Islam Ahlussunnah wal Jamaah terbesar di tanah air. Nahdlatul Ulama didirikan oleh para ulama pejuang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nahdlatul Ulama berdiri tak lepas dari riyadhoh besar para auliya yg begitu ikhlas mendoakan untuk kebaikan agama bangsa dan negara.

Di antara sekian founding father organisasi yang lahir pada 31 Januari 1926 ini tersohor KH. Wahab Hasbullah. Putra kelahiran Jombang ini memiliki peran besar dalam pendirian Nahdlatul Ulama. Beliaulah pencetus berdirinya NU di samping KH. Hasyim Asy’ari, KH. Bisri Syansuri, dan banyak ulama lainnya yg merupakan kawan sealmamater saat mengaji pada Syaikhona Kholil Bangkalan.

Di antara usaha lahiriyah KH. Wahab Hasbullah  adalah menggagas berdirinya Taswirul Afkar dan Nahdlatul Wathan sebagai embrio berdirinya Nahdlatul Ulama. Beliau pulalah yg dikirim menjadi delegasi untuk menemui Raja Saudi Arabia dalam rangka menyampaikan surat aspirasi ulama nusantara tentang kebebasan bermadzhab. Kiai Wahab pula yg menciptakan Mars Syubbanul Wathan sebagai syair kebangsaan dan cinta tanah air yg  kelak mungkin menjadi salah satu inspirasi lahirnya lagu-lagu bertema kebangsaan yg membangkitkan nasionalisme tanah air.

Ikhtiar zahir takkan lepas dari usaha batin yg turut andil besar dalam meraih kesuksesan besar. Tirakat para ulama untuk agama dan bangsa menjadikan terbukanya menuju kemerdekaan negeri dan kebangkitan umat. Salah satu dari sekian ulama yang telah sungguh beriyadhoh untuk bangsa ini kembali pada sosok Mbah Wahab Hasbullah.

Dikisahkan oleh KH. Hasib Wahab dalam Haul KH. Wahab Hasbullah ke-48 di Pondok Pesantren Tambakberas Jombang, Ahad (14/7) bahwa sebelum mendirikan Jamiyyah Nahdlatul Ulama, Mbah Wahab dalam salah satu riyadhohnya memohon petunjuk Allah SWT dgn melakukan ziarah ke makam Sunan Ampel.

Sunan Ampel dikenal salah satu tokoh utama penyebar Islam di Nusantara khususnya di Jawa. Beliau adalah guru besar ulama Jawa saat itu seperti Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Giri, Raden Patah dan lain2 yg dari mereka lahir para ulama penerus perjuangan dakwah. Sosok yg bernama asli Raden Rahmatullah ini begitu besar jasanya atas penyebaran kalimah Illahi hingga jasanya terus dikenang oleh umat hingga kini makamnya tetap diziarahi oleh umat islam dari berbagai penjuru tanah air.

Dalam riyadhohnya Mbah Wahab banyak berdoa di dekat pusara sang Wali Agung ini. Saat itu beliau menuliskan surat yg tertuang dalam kertas yang di dalamnya terdapat doa yg semoga tersampaikan kepada shahibul maqam untuk merestui pendirian Nahdlatul Ulama. Surat tidak dilipat tapi digulung seperti nawala di zaman kerajaan kuno.

Surat itu kemudian dikuburkan di dekat pusara Sunan Ampel. Hal itu beliau lakukan berdasar keyakinan bahwa seorang yg berjihad di jalan Allah mereka tak mati namun tetap hidup meski tak merasakannya. (QS. Al-Baqarah: 154)

“Mbah Wahab berkata ke beberapa Kiai dan pengikutnya, jika surat itu dalam tiga hari hilang dari tempat dia memasukkan, berarti Sunan Ampel merestui berdirinya NU,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang ini.

Hingga sampailah pada hari ketiga dan surat tersebut dikuburkan telah  lenyap. Maka dgn penuh keyakinan beliau yakin bahwa Sunan Ampel ikut meridhoi atas berdirinya himpunan ulama perjuangan para Wali Songo ini.

Maka segera ide tsb diutarakan kepada Hadhratus Syekh Hasyim Asy’ari, guru sekaligus kawan seniornya. Namun Mbah Hasyim saat itu masih belum menunjukkan gelagat persetujuan karena masih ada Sarekat Islam yg menjadi organisasi umat Islam pribumi.

Meski begitu itu tak membuat Mbah Wahab berputus asa. Sampailah pada kesempatan berikutnya beliau sowan ke Mbah Hasyim untuk maksud yg sama. Namun jawabannya pun sama, karena Mbah Hasyim masih belum berani memutuskan persetujuan pendirian NU. Terlebih belum ada instruksi langsung dari Sang Maha Guru KH. Muhammad Kholil Bangkalan.

Hingga, datanglah utusan dari Bangkalan, yg saat itu diwakili oleh KH. As’ad Syamsul Arifin (kelak akan membesarkan pesantren Salafiyah Syafiiyah, Sukorejo, Banyuputih, Situbondo  peninggalan ayahnya, KH. Syamsul Arifin) yang membawa tongkat dan tasbih seraya mengabarkan amanah untuk mewiridkan Ya Jabbar Ya Qahhar sebagai pertanda ridha atas berdirinya jamiyyah ahlus sunnah wal jamaah di bumi Nusantara.

Maka ketika Mbah Wahab yang mengirim utusan kawannya dari Tayu, Pati yakni KH. Bisri Syamsuri untuk menghadap ke Hadratus Syaikh untuk memohon restu, maka belum sampai di depan kediaman Mbah Hasyim. Kiai Bisri telah mendapati pintu rumah telah terbuka lebar dan Mbah Hasyim pun telah siap berangkat ke Surabaya dgn pakaian kebesarannya untuk bersama merumuskan pendirian Nahdlatul Ulama, yang nama tersebut muncul atas usulan Sayyid Mas Alwi Surabaya. Maka dalam pertemuan bersejarah yang terjadi bulan 16 Rajab 1344 Hijriyah tersebut terbentuk Jamiyyah Nahdlatul Ulama.

Sebagaimana disampaikan KH. Marzuki Mustamar, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur, tak lama kemudian organisasi baru tsb segera bergerak cepat mengirim delegasi Komite Hijaz kepada Raja Faisal bin Abdul Aziz, Raja Saudi Arabia untuk menyampaikan aspirasi ulama’ Indonesia, yg salah satunya adalah penghentian penghancuran makam Rasulullah dan permohonan izin agar umat islam diperkenankan untuk bisa berziarah ke pusara Sang Pembawa Risalah Akhir Zaman tersebut.

Saat itu bersama Syaikh Ghonaim al-Misri menyampaikan risalah ulama nusantara tersebut.  Dan akhirnya surat selegasi tsb diterima dgn tangan terbuka dan segera dibalas langsung oleh Sang Raja dgn kabar yg cukup menggembirakan. Itulah jasa besar Mbah Wahab untuk dunia internasional, yang lewat perjuangan diplomasinya umat Islam masih bisa leluasa ziarah ke makam Baginda Nabi.

Kiai Marzuki juga menambahkan bahwa jasa besar Mbah Wahab untuk umat dan bangsa tercermin dalam saat beliau berijtihad politik membendung komunisme, namun dengan mendukung gagasan Nasionalis Agama dan Komunis. Sepintas ide ini cukup kontroversial karena tak mungkin agama dapat disatukan dengan komunis yg atheis.

Hujatan, makian, kecaman terus berdatangan dari berbagai penjuru. Termasuk dari umat Islam sendiri karena saat itu Masyumi justru keluar dari Nasakom. Bahkan pernah terbit karikatur yg mengambarkan jika tempurung kepala Kiai Wahab terbuka maka akan keluar palu arit. Kiai Wahab dan ulama yg sepaham dengannya saat itu benar2 dianggap pro Partai Komunis Indonesia (PKI).

Namun apa kata Mbah Wahab? Dengan sabar ujian tersebut beliau terima. Karena maksud dari kebijakan ini adalah NU ikut mengetahui strategi musuh dari dalam bukan hanya sekedar berteriak2 dari luar. Dan terbukti, meski sempat terjadi peristiwa Gerakan 30 September 1965  (G30S/PKI), Islam masih tetap eksis sampai saat ini dan banyak di antara eks kombatan PKI yg bertaubat dan kembali ke pangkuan bumi pertiwi.

Itulah secuplik perjuangan Mbah Wahab secara zahir maupun batin untuk agama bangsa dan negara ini. Masih begitu banyak jasa2 ulama yang telah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional ini yg tak diketahui kebanyakan orang.

Semoga kita bisa mensuri tauladani kisah hidup Mbah Wahab agar ke depan muncul kader2 ulama masa depan yg melanjutkan estafet dakwah dan penerus perjuangan para pendiri bangsa.

Muhammad Abid Muaffan

Komentar

  1. izin share ya admin :)
    buruan gabung bersama kami,aman dan terpercaya
    ayuk... daftar, main dan menangkan
    Line : agen365
    WA : +855 87781483 :)
    Silakan di add ya contaknya dan Bergabung juga ya :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Vivo Y17 telah hadir.

10 HP Oppo RAM 4 GB harga Rp 1 jutaan, spesifikasi andal

Rekomendasi 10 Smartphone 5G Murah di Indonesia05 Aug 2022 WIB